Hallo, selamat datang! Apakah kamu pernah mendengar istilah teori belajar behavioristik? Teori belajar ini merupakan salah satu teori yang banyak dibicarakan dalam studi psikologi. Dalam teori belajar behavioristik, segala sesuatu yang seseorang lakukan dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Banyak ahli psikologi menggunakan teori ini untuk mempelajari cara belajar manusia dan bagaimana lingkungan berpengaruh dalam proses belajar. Yuk, mari kita pelajari lebih dalam lagi mengenai pengertian teori belajar behavioristik!
Pengertian Teori Belajar Behavioristik
Belajar menjadi hal yang sangat penting bagi perkembangan seseorang. Salah satu teori yang membahas tentang proses belajar adalah teori belajar behavioristik. Teori ini dikembangkan oleh John B. Watson pada awal abad ke-20. Teori ini meletakkan behaviour (tingkah laku) sebagai fokus utama dalam memahami dan menjelaskan proses belajar.
Menurut teori belajar behavioristik, belajar adalah suatu proses di mana perilaku seseorang dapat diubah melalui pengalaman. Teori ini juga meyakini bahwa seluruh tingkat sikap, perilaku, dan tindakan manusia dipelajari melalui pengalaman.
Dalam teori belajar behavioristik, pembelajaran dipandang sebagai suatu proses yang dipicu oleh lingkungan. Itulah sebabnya, teori ini juga dikenal dengan nama teori belajar stimulus-response. Dalam konteks ini, stimulus merujuk pada sesuatu yang mendorong terjadinya sebuah tindakan atau respons, sedangkan respons menunjukkan tindakan yang dilakukan oleh individu sebagai tanggapan terhadap stimulus yang diterima.
Sementara itu, pengertian teori belajar behavioristik terbagi menjadi dua jenis. Pertama, teori belajar klasik, dan kedua, teori belajar operant.
1. Teori Belajar Klasik
Teori belajar klasik adalah teori yang menekankan bagaimana stimulus eksternal dalam lingkungan menghasilkan respon dari individu. Didasarkan pada kondisi yang sama, perilaku individu dapat dilacak dan diprediksi. Ivan Pavlov adalah sosok yang memprakarsai teori belajar klasik ini, berdasarkan risetnya tentang fisiologi pencernaan pada hewan.
Dalam kondisi melakukan riset, dia menemukan bahwa kondisi stimulus tertentu dapat membuat hewan mengeluarkan respon tertentu. Hasil riset Pavlov tersebut menunjukkan bahwa hewan dapat belajar menghubungkan respon yang tidak terkondisi dengan stimulus tertentu melalui asosiasi.
Dalam konteks kehidupan sehari-hari, contohnya adalah anak kecil yang menangis ketika melihat suntikan. Kondisi tersebut memiliki stimulus (suntikan) yang menyebabkan respons tertentu (menangis). Setelah beberapa kali mendapat suntikan, anak tersebut akan terkondisi sehingga menangis bahkan hanya melihat jarum suntik.
Teori belajar klasik juga berfokus pada belajar melalui asosiasi. Proses belajar terjadi ketika individu bisa membuat hubungan antara stimulus tertentu dengan respon tertentu.
Variabel penting dalam teori belajar klasik adalah:
- Stimulus netral: Stimulus yang tidak menyebabkan suatu respon tertentu pada awal kondisi.
- Stimulus kondisional: Stimulus yang telah terkondisi yang menyebabkan suatu respon tertentu pada awal kondisi.
- Respon kondisional: Respon yang terjadi setelah stimulus tertentu diberikan.
Contoh sederhana dari teori belajar klasik adalah ketika seseorang mencuci tangan dengan sabun, tetesan air yang dingin di tangan tersebut menjadi stimulus netral. Namun, ketika seseorang menghubungkan sensasi tersebut dengan pencucian tangan, sensasi tersebut menjadi kondisional. Hal tersebut menjadikan seseorang merasa segar setiap kali mencuci tangan dengan sabun.
Dengan pengertian teori belajar behavioristik, dapat kita simpulkan bahwa cara individu berperilaku dipelajari melalui pengalaman dan pembentukan asosiasi antara stimulus dan respons. Itulah sebabnya, teori ini menjadi dasar penting dalam pemahaman kita tentang bagaimana belajar dan mengajarkan perilaku yang diinginkan.
Asal Usul Teori Belajar Behavioristik
Teori belajar behavioristik dikenal luas di kalangan psikolog sebagai salah satu bentuk teori pembelajaran manusia. Teori ini menunjukkan bahwa perilaku manusia terbentuk dari pengalaman dan lingkungan fisik serta sosial sekitarnya. Dalam teori belajar ini, manusia dipandang sebagai organisme yang bekerja secara aktif untuk mencapai suatu tujuan melalui respons belajar yang ditujukan pada rangsangan dalam lingkungan sekitarnya.
Asal-usul teori ini dapat ditelusuri kepada psikologis Amerika Serikat, B.F. Skinner. Skinner memiliki kepercayaan bahwa psikologi harusnya memusatkan perhatian pada perilaku yang observabel, karena hanya perilaku yang dapat diukur dan diamati oleh para peneliti, sementara fenomena psikologis lain seperti pikiran dan emosi tidak dapat diobservasi langsung. Dalam pemikiran Skinner, perilaku manusia terdiri dari tanggapan (respons) yang terjadi terhadap rangsangan tertentu dalam lingkungan. Oleh karena itu, kajian perilaku manusia harus memperhatikan lingkungan eksternal dan belajar.
Seorang murid psikologi, John Watson, merupakan salah satu pelopor lain dalam pengembangan teori belajar behavioristik. Ia terkenal akan studinya tentang pembentukan perilaku manusia. Watson mengatakan bahwa perilaku manusia bukanlah mekanisme refleks yang bawaan dari lahir, melainkan dipelajari melalui proses pengalaman. Ia juga menekankan pentinganya memusatkan perhatian pada pengaruh lingkungan dan penguatan terhadap perilaku manusia. Ini berarti bahwa perilaku manusia dapat diprediksi dan dikendalikan melalui penerapan rangsangan dan penguatan positif atau negatif.
Pada awalnya, teori belajar behavioristik dikembangkan untuk memberikan solusi bagi masalah psikologis, pedagogis, dan sosial dalam masyarakat. Pembelajaran behavioristik bertujuan untuk membentuk perilaku manusia yang diinginkan. Hal ini dilakukan dengan cara mengkondisikan rangsangan atau respon terhadap perilaku manusia melalui berbagai teknik seperti penguatan, hukuman, dan pembinaan. Pada gilirannya, teknik-teknik ini akan diterapkan dalam pendidikan, bisnis, dan organisasi untuk membentuk perilaku yang diinginkan.
Namun, pada tahun 1950-an, muncul kritik terhadap kekurangan teori belajar behavioristik, yaitu pengabaian terhadap faktor internal seperti emosi, pikiran, dan motivasi dalam proses pembelajaran manusia. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa teori belajar behavioristik hanya membantu menghasilkan perilaku yang dapat diamati, namun gagal dalam menjelaskan faktor psikologis yang menjadi motivasi dari perilaku tersebut.
Sejak era 1960-an, teori belajar behavioristik dikenal sebagai bagian dari psikologi kognitif. Psikologi kognitif memandang bahwa pembentukan perilaku manusia melibatkan proses internal seperti pemikiran, motivasi, dan tujuan. Dalam hal ini, pembelajaran bukanlah sekadar proses balas dendam terhadap rangsangan tertentu, melainkan melibatkan pemrosesan informasi internal yang dipicu oleh rangsangan.
Pengembangan pendekatan baru dalam pembelajaran, seperti metode pembelajaran berbasis proyek dan pembelajaran berorientasi pada tugas, menekankan pentingnya pengalaman praktis dalam proses pembelajaran. Pendekatan ini memandang pembelajaran sebagai sebuah proses aktif yang dilakukan oleh manusia dalam membangun pengetahuan dan keterampilan baru melalui pengalaman nyata.
Dalam kesimpulannya, teori belajar behavioristik terus menawarkan pandangan yang penting bagi para psikolog dan psikologis. Konsep-konsep dasar dalam pembelajaran behavioristik, termasuk penguatan positif dan negatif, berperan penting dalam banyak aspek kehidupan manusia seperti dalam bidang pendidikan, bisnis, dan organisasi. Namun, teori ini kini dianggap sebagai bagian dari pengembangan psikologi kognitif karena telah melibatkan lebih banyak pemikiran, emosi, dan motivasi dalam pembentukan perilaku manusia.
Prinsip-prinsip Dasar Teori Belajar Behavioristik
Teori belajar Behavioristik adalah studi tentang bagaimana perilaku dipengaruhi oleh pengalaman atau stimulus yang diterima oleh pelaku. Teori ini awalnya dikembangkan oleh Ivan Pavlov seorang ilmuwan Rusia, kemudian diikuti oleh B.F. Skinner seorang psikolog asal Amerika. Pengembangan teori Behavioristik banyak dipengaruhi oleh kecenderungan para peneliti Behavioristik untuk melihat dan menjelaskan perilaku manusia secara objektif, dan menghindari aspek psikologis seperti pemikiran dan perasaan.
1. Prinsip Kondisioning Klasik
Prinsip pertama dari teori behavioristik adalah teori Kondisioning Klasik. Kondisioning Klasik adalah proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respons baik positif maupun negatif. Stimulus yang pertama disebut dengan Stimulus Netral, stimulus kedua adalah Stimulus Tak Bersyarat atau Unconditional Stimulus (US), dan yang ketiga adalah Stimulus Bersyarat atau Conditional Stimulus (CS).
Contoh sederhana kondisioning klasik adalah saat seseorang membunyikan bel ketika memberi makan anjing. Pada awalnya, anjing merespon suara bel dengan tidak peduli, dianggap sebagai Stimulus Netral. Namun, setelah beberapa hari memberi makan anjing dan membunyikan bel secara bersamaan, anjing mulai merespon bel tersebut dengan yang menyiratkan sudah akan diberi makan.
2. Prinsip Kondisioning Operant
Prinsip kedua dari teori Behavioristik adalah Kondisioning Operant, yaitu suatu pembelajaran yang terjadi melalui konsekuensi yang mengikuti respon. Ada tiga jenis konsekuensi, yaitu positive reinforcement, negative reinforcement, dan punishment.
Positive reinforcement adalah sesuatu yang ditambahkan atau diberikan setelah perilaku yang diinginkan muncul. Contohnya memberikan pujian atau hadiah ketika anak berhasil menjawab soal dengan benar.
Negative reinforcement adalah penghapusan atau menghilangkan suatu stimulus yang tidak diinginkan karena adanya perilaku yang diinginkan. Contohnya menghentikan berderingnya bel ketika seseorang menekan tombol bel. Dalam hal ini, perilaku menekan tombol bel adalah perilaku yang diinginkan, sehingga berhentinya bel menjadi hadiah.
Punishment adalah balasan atau konsekuensi yang diberikan setelah suatu perilaku yang tidak diinginkan muncul. Hal ini termasuk bentuk hukuman, seperti memberikan kritik atau mengurangi hadiah yang seharusnya diberikan pada pelaku.
3. Belajar Observasional
Prinsip ketiga dari teori Behavioristik adalah Belajar Observasional atau Observational Learning. Belajar observasional terjadi ketika individu mempelajari perilaku orang lain dengan mengamati dan meniru tindakan atau perilaku tersebut.
Contohnya, ketika seorang anak memperhatikan orang tua mereka memasak, mereka akan meniru cara memasak tersebut dan melakukan sendiri jika diberi kesempatan. Proses pembelajaran melalui pengamatan dan meniru ini dikenal sebagai modeling atau vicarious reinforcement.
Semua prinsip dasar Behavioristik menunjukkan bahwa perilaku bisa diubah melalui situasi atau lingkungan yang mendukung. Dalam neobehavioristik, konsep reinforcement dipandang sebagai hal penting dalam mempengaruhi perilaku manusia dan sebagai alat utama dalam membentuk perilaku yang diinginkan. Harapan utama dari teori Behavioristik adalah dapat meningkatkan perilaku manusia atau sebuah organisasi dengan mengurangi perilaku yang tidak diinginkan.
Contoh Penerapan Teori Belajar Behavioristik pada Kehidupan Sehari-hari
Teori belajar behavioristik merupakan salah satu teori yang paling banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Teori ini mempelajari hubungan antara stimulus dan respon dalam kaitannya dengan pembentukan perilaku. Berikut ini adalah beberapa contoh penerapan teori belajar behavioristik pada kehidupan sehari-hari:
Pelatihan Karyawan
Perusahaan yang menerapkan teori belajar behavioristik dalam pelatihan karyawan selalu mengedepankan stimulus dan respon dalam membentuk perilaku yang diinginkan. Dalam pelatihan tersebut, karyawan akan mendapatkan pelatihan sesuai dengan tugas pekerjaan dan peran yang diemban untuk memunculkan tanggapan atau respon yang diharapkan oleh perusahaan. Apabila sikap, perilaku atau bentuk pekerjaan yang tidak sesuai dengan kebijakan perusahaan, maka akan dilakukan respons dengan koreksi atau melakukan pengawasan langsung kepada karyawan tersebut agar ia memahami tugasnya.
Pendidikan Anak
Pada pendidikan anak usia dini, orang tua maupun pendidik menggunakan metode dan teknik pengajaran melalui stimulus dan respon. Adanya pemberian reward atau penghargaan yang diberikan kepada anak ketika berhasil melakukan hal yang diinginkan, serta memberikan hukuman secara tepat sesuai dengan kesalahan yang dilakukan oleh anak, membuat anak mampu memahami dan menangkap nilai-nilai penting dari pembelajaran.
Contoh penerapannya, ketika anak berbicara dengan sopan, orang tua atau pendidik memberikan reward seperti berupa motivasi atau apresiasi simbolis lainnya. Sebaliknya ketika anak berbicara tidak sopan, hukuman yang tepat diberikan mengingat tindakannya tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi.
Pengendalian Belanja
Teori belajar behavioristik juga sering dipakai dalam mengendalikan keuangan pribadi atau rumah tangga. Sebagai contoh, setiap pengeluaran rumah tangga direncanakan terlebih dahulu sesuai dengan pengeluaran yang diperlukan. Adanya pengawasan ketat terhadap pengeluaran yang bisa dipotong atau mengubah budaya atau perilaku yang tidak diperlukan, memunculkan stimulus positif untuk menghemat pengeluaran. Hal itu dilakukan agar pengeluaran keluarga lebih terkontrol dan sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan.
Penyelesaian Masalah
Ketika Anda menghadapi sebuah masalah, maka solusinya bisa didasarkan pada teori belajar behavioristik. Misalnya saja ketika Anda dihadapkan pada masalah menjalani diet, cara terbaik adalah dengan menempatkan diri sebagai subjek yang akan mendapat stimulus dari lingkungan sekitar dan bertanggung jawab atas responnya. Ketika hasrat makanan atau godaan untuk tidak melakukan diet berkurang, maka Anda memberikan penghargaan dengan hadiah atau sesuatu yang memotivasi atau berharga bagi Anda.
Hasil dari pengamatan dan penerapan teori belajar behavioristik pada kehidupan sehari-hari ternyata sangat bermanfaat untuk mengembangkan perilaku dan membentuk sikap positif. Ketika diterapkan dengan tepat, metode atau teknik ini dapat membantu dalam meningkatkan karakter dan kepribadian kita, sehingga menjadi lebih baik kedepannya.
Kritik dan Kelemahan Teori Belajar Behavioristik
Teori belajar behavioristik adalah pandangan umum dan kompleks tentang bagaimana perilaku seseorang tertentu dipelajari dan dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya. Namun, teori ini juga memiliki beberapa kritik dan kelemahan yang perlu dipahami agar dapat diterapkan secara efektif. Berikut ini adalah beberapa kelemahan dan kritik teori belajar behavioristik.
1. Kurang Mempertimbangkan Faktor Internal
Salah satu kelemahan teori belajar behavioristik adalah tidak mempertimbangkan faktor internal yang mempengaruhi perilaku seseorang. Dalam hal ini, faktor internal meliputi motivasi, kepercayaan diri, dan emosi. Behavioristik cenderung menganggap bahwa seseorang bereaksi berdasarkan stimulus yang diterima dan kemudian meresponsnya dengan suatu tindakan, tanpa mempertimbangkan faktor personal individu tersebut.
2. Tidak Mengakui Bawaan atau Innate
Kelemahan berikutnya dari teori belajar behavioristik adalah tidak mengakui adanya sifat bawaan atau innate dalam diri manusia. Teori ini hanya mempertimbangkan bagaimana lingkungan mempengaruhi perilaku manusia, sementara faktor genetic yang mendasari perilaku tidak diakui. Sehingga, perubahan perilaku yang diharapkan akan kurang efektif jika hanya dengan memperhatikan faktor lingkungan saja.
3. Ketidakberpihakan pada Seseorang dengan Kondisi khusus
Teori belajar behavioristik tidak dapat diterapkan pada semua individu, terutama pada mereka yang memiliki kondisi yang unik seperti autisme atau cacat fisik lainnya. Kondisi ini mempengaruhi respons individu terhadap stimulus dan mempersulit penerapan teori belajar behavioristik secara terus-menerus. Sehingga, mendorong butuhnya pendekatan alternative dalam mendukung pengembangan keterampilan seseorang.
4. Kurang Fleksibel
Teori belajar behavioristik memiliki beberapa kriteria yang membingkai pola pembelajaran seseorang, yang membuat penerapan teori ini terbatas dan kurang fleksibel. Pembelajaran hanya terjadi ketika ada perubahan perilaku pada individu, sedangkan tidak memperhatikan proses pembelajaran itu sendiri.
5. Tidak Memperhatikan Tujuan Akhir Pembelajaran
Salah satu kritik paling penting dari teori belajar behavioristik adalah kurangnya fokus pada tujuan akhir pembelajaran, yang diabaikan dalam pendekatan behavioristik tersebut. Teori ini hanya mempertimbangkan langkah-langkah menuju tujuan, sementara tujuan itu sendiri kurang dikaji. Padahal tujuan akhir merupakan faktor kunci dalam evaluasi hasil pembelajaran yang dilakukan oleh individu.
Kesimpulan
Teori belajar behavioristik memiliki banyak kelemahan dan kritik yang perlu dipahami dan lebih diperhatikan untuk mengoptimalkan pembelajaran individu. Sebagai pengganti, dapat memfokuskan pada memperkuat motivasi dan peran internal individu, mengidentifikasi faktor bawaan mereka dalam mengembangkan perilaku, mengakui kondisi khusus yang mungkin mempengaruhi pembelajaran, dan mempertimbangkan tujuan akhir. Teknik-teknik ini dapat secara efektif meningkatkan pembelajaran individu dan mendorong hasil yang lebih positif dan terarah.
Sekian pembahasan mengenai pengertian teori belajar behavioristik dan berbagai konsep di dalamnya. Semoga artikel ini bermanfaat bagi pembaca untuk menambah pengetahuan mengenai teori belajar yang telah banyak dikembangkan. Penting bagi kita untuk memahami prinsip-prinsip dasar belajar, terutama dalam konteks pendidikan. Dengan memahami teori belajar behavioristik, diharapkan kita dapat lebih efektif dalam memberikan pembelajaran dan mendidik generasi penerus. Terima kasih telah membaca dan semoga sukses selalu!