Selamat datang pembaca setia! Kali ini kita akan membahas pengertian turu dan cara memperolehnya. Bagi sebagian orang mungkin masih asing dengan kata turu, namun di kalangan masyarakat Jawa kata ini sudah sangat populer. Turu merupakan istilah dari bahasa Jawa yang memiliki arti tidur. Tidur merupakan kegiatan yang sangat penting bagi tubuh manusia agar dapat beristirahat dengan baik dan merasa segar kembali pada keesokan harinya. Namun, ada beberapa cara untuk memperoleh turu yang berkualitas agar kita bisa mendapatkan manfaat maksimal dari tidur tersebut. Berikut ini akan kita bahas lebih lanjut.
Pengertian Turu dan Asal Mula Tradisi Jawa
Turu adalah salah satu tradisi atau kegiatan spiritual di Jawa. Turu biasa dilakukan oleh orang Jawa pada malam hari setelah berbuka puasa atau pada malam hari saat menjelang hari-hari besar keagamaan seperti Maulid Nabi, Hari Raya Idul Fitri, dan lain sebagainya.
Turu berasal dari kata ‘terawangan’ dalam bahasa Jawa Kuno yang berarti ‘penglihatan’. Turu adalah istilah dalam bahasa Jawa yang artinya penglihatan atau pengalaman spiritual yang mendatangkan pengetahuan atau rahasia dari alam gaib. Hal ini biasanya dilakukan dengan cara berpuasa, meditasi, dan tidur di alam terbuka atau kebun. Orang yang melakukan turu dipercaya akan mendapatkan wahyu atau petunjuk dari alam gaib mengenai sesuatu yang diinginkan.
Turu juga dapat dilakukan dengan cara merenung dan memikirkan tentang persoalan hidup, cinta, karier, dan lain sebagainya. Dalam tradisi Jawa, turu juga dapat dilakukan untuk memperoleh kekuatan supranatural seperti kekebalan tubuh, tenaga dalam, dan kesaktian lainnya.
Asal mula turu masih menjadi misteri, namun turu diyakini telah menjadi bagian dari budaya Jawa sejak zaman kerajaan Majapahit. Dalam kerajaan Majapahit, turu dipercaya sebagai sarana untuk memperoleh petunjuk dan kebijaksanaan dari para leluhur atau roh-roh spiritual yang menjaga kerajaan.
Bahkan, beberapa sumber sejarah menyebutkan bahwa Raja Hayam Wuruk atau Rajasa dari Kerajaan Majapahit adalah seorang yang terbiasa melakukan turu secara teratur untuk memperoleh petunjuk dari roh-roh leluhur. Selain itu, turu juga dipraktikkan oleh para raja dan bangsawan sebagai bentuk perlindungan dan penghormatan terhadap para leluhur.
Sampai sekarang, tradisi turu masih dipraktikkan oleh masyarakat Jawa sebagai sarana untuk menghubungkan diri dengan kekuatan spiritual atau alam gaib. Meskipun zaman telah berubah, namun nilai-nilai dan hikmah yang terkandung dalam tradisi turu masih diwariskan dari generasi ke generasi di Jawa.
Namun, seiring perkembangan zaman dan pengaruh budaya luar, beberapa orang Jawa mulai merasa ragu dan meninggalkan tradisi yang sudah dijalankan selama berabad-abad ini. Ada yang menganggap tradisi turu terlalu kuno dan tidak sesuai dengan zaman sekarang. Padahal, turu memiliki makna yang sangat dalam dan penting bagi kehidupan spiritual seseorang.
Oleh karena itu, sebagai orang Jawa sebaiknya kita tetap melestarikan tradisi turu dengan tidak melupakan nasehat atau petunjuk yang didapat dari leluhur kita. Hal ini juga menjadi tugas bagi kita untuk membentuk karakter dan jati diri sebagai orang Jawa yang memiliki budaya spiritual yang sangat tinggi.
Turu dalam Budaya Jawa: Makna dan Simbolisme
Turu adalah konsep penting dalam budaya Jawa yang memiliki makna dan simbolisme yang kaya. Secara harfiah, turu berarti tidur, tetapi para ahli budaya menerjemahkan turu sebagai semacam pengalaman spiritual atau perjalanan astral. Konsep turu mencerminkan keyakinan masyarakat Jawa tentang dunia gaib dan hubungan antara dunia manusia dan dunia sihir.
Dalam budaya Jawa, turu dianggap sebagai jalan yang memungkinkan seseorang untuk berhubungan dengan alam gaib dan menemukan pemahaman yang lebih dalam tentang dirinya sendiri. Oleh karena itu, turu sering kali diartikan sebagai pengalaman spiritual yang mendalam. Turu sering kali dianggap sebagai suatu bentuk meditasi, namun, pengalaman meditasi yang dilakukan dalam tahap turu yang membedakannya dari jenis meditasi lainnya.
Konsep turu dalam budaya Jawa memiliki makna yang sangat luas dan kompleks. Ada beberapa bentuk turu yang bisa dialami oleh seseorang dalam budaya Jawa. Salah satu bentuk turu yang paling umum adalah turu mangan. Konsep turu mangan berasal dari tradisi Jawa yang mengharuskan orang bertapa dengan puasa dan makanan tertentu untuk mencapai kesadaran spiritual yang lebih baik.
Selain itu, ada juga jenis turu lain seperti turu nolak, turu setan, turu lungguh, dan turu mudun. Setiap jenis turu memiliki konsep dan makna yang berbeda-beda. Turu nolak, misalnya, adalah jenis turu yang digunakan dalam permainan tradisional Jawa. Sedangkan turu setan sering digunakan oleh dukun untuk melihat ke masa lalu atau masa depan.
Turu juga memiliki simbolisme yang tinggi dalam budaya Jawa. Konsep turu sering kali dikaitkan dengan keberanian, kesetiaan, dan kebijaksanaan. Seseorang yang mampu mengalami turu dianggap memiliki kemampuan yang luar biasa untuk memahami makna kehidupan dan menghadapi tantangan hidup dengan lebih baik. Oleh karena itu, turu dianggap memegang peran penting dalam menjaga harmoni dan keberlangsungan hidup sosial dan spiritual masyarakat Jawa.
Konsep turu juga sering dihubungkan dengan dunia kepercayaan atau agama seperti animisme, Hindu-Buddha, dan Islam. Dalam Hindu-Buddha, misalnya, turu sering diartikan sebagai pengalaman spiritual yang memungkinkan seseorang untuk mencapai kesadaran yang lebih tinggi dan mendekatkan diri pada Tuhan.
Seiring perkembangan zaman, konsep turu dalam budaya Jawa telah mengalami banyak perubahan. Namun, nilai-nilai kebijaksanaan dan spiritualitas yang terkait dengan konsep turu tetap dipertahankan oleh masyarakat Jawa. Masyarakat Jawa masih memegang keyakinan bahwa turu memiliki peran penting dalam menjaga harmoni sosial dan spiritual, dan hal ini tercermin dalam berbagai ritual dan praktik kehidupan sehari-hari.
Secara keseluruhan, konsep turu dalam budaya Jawa memiliki makna dan simbolisme yang sangat kaya. Konsep turu mencerminkan keyakinan orang Jawa tentang dunia gaib dan hubungan antara manusia dan dunia sihir. Oleh karena itu, turu masih dianggap sebagai suatu pengalaman spiritual yang sangat berharga dalam budaya Jawa.
Jenis-Jenis Turu pada Masyarakat Jawa
Turu adalah suatu tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Jawa sebagai bagian dari kepercayaan spiritual mereka. Di dalam turu, anggota keluarga atau masyarakat akan mengadakan prosesi dengan berbagai persembahan untuk kepentingan spiritual mereka. Berikut ini adalah jenis-jenis turu yang biasanya dilakukan oleh masyarakat Jawa:
Turu Sewu
Turu Sewu dilakukan untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan sekaligus untuk membuka jalan rezeki. Turu ini dilakukan dengan mengundang para ulama atau kyai dan memohon keselamatan dari segala macam bahaya, baik yang bersifat fisik maupun non-fisik. Selain itu, turu sewu juga dilengkapi dengan tahlilan, pengajian dan pembacaan doa. Turu sewu biasanya dilakukan pada malam hari dan diikuti oleh banyak masyarakat yang berasal dari berbagai daerah.
Turu Kepuh
Turu Kepuh dilakukan sebagai bentuk ritual untuk menghormati para leluhur. Turu ini biasanya dilakukan dalam satu malam pada saat bulan purnama dengan upacara yang lebih sederhana dibandingkan dengan turu-turu lainnya. Para peserta turu akan mengenakan pakaian adat dan membawa persembahan berupa makanan dan minuman sebagai tanda penghormatan. Pada saat prosesi, para peserta turu akan membacakan doa dengan memakai bahasa Jawa Kuno agar dapat meresapi nilai-nilai budaya yang ada dalam turu Kepuh tersebut.
Turu Pamitan
Turu Pamitan dilakukan untuk memohon restu dan pamitan kepada leluhur atau orang yang ditinggalkan. Turu ini biasanya dilakukan oleh keluarga atau sanak saudara yang ditinggalkan oleh seseorang yang akan merantau atau meninggal dunia. Turu Pamitan biasanya dilaksanakan di sekitar rumah tempat si penerima turu yang biasanya diikuti oleh warga sekitar. Turu Pamitan biasanya dilakukan dengan membaca doa dan melakukan prosesi penghormatan. Hal ini dipercayai akan membawa kebahagiaan bagi si penerima turu dan melindungi dari segala bahaya saat merantau atau meninggalkan keluarga.
Turu Wekasan
Turu Wekasan merupakan tradisi untuk memperingati hari kematian seseorang. Hal ini melibatkan seluruh keluarga atau masyarakat yang mengenal si almarhum. Turu Wekasan biasanya dilakukan di sekitar rumah almarhum dengan mengadakan tahlilan, pengajian dan pembacaan doa. Persembahan berupa makanan dan minuman sehat dihidangkan sebagai tanda rasa syukur atas kehidupan yang sudah diraih. Selain itu, diadakan juga prosesi dengan kayuhan tumpeng sebagai simbol perenungan dan introspeksi keluarga dan masyarakat sebagai bagian dari proses penerimaan dari kepergian si almarhum serta doa untuk kembali fitrah dan sejahtera.
Turu adalah warisan budaya yang perlu dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Jawa. Dari beberapa turu tersebut dapat dilihat bahwa turu memegang peranan penting sebagai wadah untuk menyampaikan rasa syukur, merenungi, penghormatan terhadap leluhur dan memohon keselamatan dalam hidup masyarakat Jawa.
Prosedur Pelaksanaan Upacara Turu
Turu merupakan upacara adat yang biasa dilakukan di Jawa Tengah. Upacara ini diadakan sebagai wujud penghormatan dan doa kepada para leluhur, serta dipercaya sebagai upaya untuk mengusir roh jahat yang dapat mengganggu kesejahteraan masyarakat. Berikut adalah prosedur pelaksanaan upacara turu sesuai dengan tradisi yang berlaku:
1. Persiapan Upacara
Sebelum pelaksanaan upacara turu, harus dilakukan persiapan yang matang. Pertama-tama adalah penentuan waktu dan tempat upacara. Setelah itu, persiapan lainnya meliputi:
- Menyiapkan sesaji berupa nasi tumpeng, kembang, lauk-pauk, dan minuman.
- Menyiapkan alat musik tradisional seperti gamelan, kendang, dan suling.
- Menyiapkan pakaian adat yang akan dikenakan oleh para sesepuh atau orang yang memimpin upacara.
2. Penyelenggaraan Upacara
Pada saat upacara turu berlangsung, sesepuh atau orang yang memimpin upacara akan memimpin doa dan mantra yang dipercaya dapat menghubungkan antara dunia nyata dan dunia gaib. Selama pelaksanaan upacara, para peserta akan duduk bersila di depan sesaji dan alat musik tradisional.
Sesepuh akan menyulut kemenyan untuk menarik perhatian arwah leluhur dan memohon restu dan perlindungan. Saat persembahan sesaji diangkat dan diberikan sebagai tanda penghormatan kepada leluhur, gamelan akan dimainkan untuk menambah khidmatnya suasana.
Setelah itu, akan dilakukan upacara sembahyang dan mantra-mantra khusus yang bertujuan untuk mengusir roh jahat dan memberikan keberkahan untuk para peserta upacara.
Upacara turu akan berakhir dengan makan bersama yang dilakukan setelah penyembahan upacara selesai dilakukan. Makanan yang telah disiapkan akan dibagikan kepada semua peserta sebagai tanda penyatuan dan kesatuan dalam menjaga budaya leluhur.
3. Penutup Upacara
Setelah pelaksanaan upacara turu selesai, para sesepuh atau orang yang memimpin upacara akan memberikan nasihat-nasihat dan pesan moral untuk tetap menjaga keharmonisan dan kerukunan masyarakat. Upacara ini juga dianggap sebagai acara silaturahmi antar warga, sehingga diharapkan dapat memupuk hubungan yang baik di antara sesama.
4. Harapan dari Pelaksanaan Upacara
Pelaksanaan upacara turu dipercaya akan membawa berkah dan ketentraman bagi masyarakat. Berikut adalah harapan-harapan yang diharapkan terwujud melalui pelaksanaan upacara turu:
- Mendapat keberkahan dari leluhur dan mampu mempertahankan adat istiadat yang luhur dan budaya leluhur.
- Mendapatkan perlindungan dan keselamatan dari roh jahat yang bisa merusak hidup manusia.
- Menjalin silaturahmi antara sesama warga dan kerukunan dalam masyarakat.
- Menjaga dan melestarikan keberagaman budaya yang ada di Indonesia.
Kesimpulannya, pelaksanaan upacara turu menjadi bagian penting dalam melestarikan budaya dan adat istiadat di Indonesia, terutama bagi masyarakat Jawa Tengah. Prosesi upacara yang dilakukan dengan penuh kekhidmatan dan kebersamaan diharapkan mampu membawa berkah dan kedamaian bagi masyarakat.
Nilai-Nilai Keagamaan dalam Pelaksanaan Turu
Pada masyarakat Jawa, turu atau tertidur selama satu malam digunakan sebagai media untuk melakukan ritual spiritual. Ritual turu bukan hanya sekadar rintangan untuk kebutuhan tidur atau istirahat, tetapi juga sebagai sarana untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Nilai-nilai keagamaan dalam pelaksanaan turu sangatlah penting karena menjadi bagian dari penyampaian ajaran agama dalam kearifan lokal. Berikut ini adalah beberapa nilai-nilai keagamaan yang terkandung dalam pelaksanaan turu di masyarakat Jawa:
1. Ketaatan dan Ketundukan pada Tuhan
Pada ritual turu, seseorang diharapkan untuk mampu menyerahkan dirinya sepenuhnya pada Tuhan. Dengan begitu, seseorang menjadi lebih dekat dengan Tuhan dan mendapatkan kekuatan dari-Nya. Dalam hal ini, ada beberapa prinsip yang ditekankan seperti ikhlas, sabar, dan tawakal kepada Tuhan. Ikhlas untuk melakukan turu dengan hati yang tulus, sabar dalam menghadapi rintangan, dan tawakal untuk menerima hasil dari keyakinan akan kekuasaan Allah.
2. Kerukunan dalam Beragama
Nilai kerukunan dalam beragama sangat terkandung dalam pelaksanaan turu. Selama melakukan turu, orang biasanya melakukan kegiatan seperti doa bersama, membaca kitab suci, atau berzikir. Kegiatan-kegiatan tersebut menjadi ajang untuk bersama-sama meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan. Adanya kerukunan ini juga mampu mempererat tali silaturahmi dan kebersamaan dalam beragama.
3. Menjaga Keseimbangan di Antara Hal Lahiriah dan Batiniah
Pelaksanaan turu juga mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan antara kegiatan luar atau yang bersifat fisik dan kegiatan dalam atau batiniah. Dalam menjalani kehidupan, seringkali kita terlalu terfokus pada hal-hal yang bersifat duniawi, seperti mencari uang, kekuasaan, dan popularitas. Namun, dengan turu, kita diingatkan untuk mengalihkan perhatian dari dunia luar dan lebih fokus pada kebahagiaan batiniah yang lebih memperlihatkan kebahagiaan hakiki.
4. Memperkuat Iman dan Ketakwaan
Dalam pelaksanaan turu, seseorang berusaha menenangkan pikiran dan hati untuk menciptakan kedamaian batiniah yang lebih dalam. Melalui kegiatan turu, nilai-nilai keagamaan seperti mempererat hubungan dengan Tuhan, mengendalikan nafsu, dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan, bisa tercapai dengan lebih mudah. Sehingga, nantinya seseorang akan memiliki kesiapan mental yang lebih baik untuk menghadapi segala rintangan dalam kehidupan.
5. Menjaga Pendidikan dan Pembelajaran Islam
Nilai-nilai pendidikan dan pembelajaran Islam juga terkandung dalam pelaksanaan turu. Pada saat melakukan turu, biasanya seseorang akan membaca kitab suci Al-Quran atau buku-buku Islami. Pada saat itulah seseorang mendapatkan pengetahuan yang lebih dalam tentang Islam. Kegiatan ini juga menjadi sarana belajar dari tradisi keagamaan Islam yang seiring perkembangan zaman sudah mulai ditinggalkan. Melalui turu dan berbagai aktivitas keagamaan lainnya, budaya keagamaan tersebut tetap terselamatkan dan dilestarikan.
Melalui turu, masyarakat Jawa bisa mengalami pengalaman keagamaan dan spiritual yang lebih dalam. Sayangnya pada saat ini, semakin sedikit orang yang melakukan ritual turu tersebut. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk terus merawat dan melestarikan tradisi turu dan nilai-nilai keagamaan yang terkandung di dalamnya.
Demikianlah penjelasan mengenai pengertian turu dan cara memperolehnya. Dengan mengetahui hal-hal tersebut, diharapkan kita bisa memperoleh turu dengan mudah dan juga memahami pentingnya menjalankan ritual tersebut. Terlebih lagi sebagai umat muslim yang tinggal di Indonesia, turu adalah tradisi yang sudah melekat dan wajib dilaksanakan. Selamat menjalankan turu bagi yang merayakannya dan semoga mendapat berkah dan keberkahan dari Allah SWT.